Pendahuluan
Sosok kyai bisa juga dikatakan sebagai pemimpin informal. Namun, walaupun demikian sosok kyai desa merupakan salah satu contoh sosok yang memiliki kedudukan sangat penting di dalam suatu masyarakat. Karena, menurut Donald K. Emerson bahwa keberhasilan suatu pembangunan tidak terlepas dari dukungan dari tokoh informal suatu daerah tersebut.[4]
1) Pengertian Tokoh Agama
Tokoh agama juga dikenal luas dengan sebutan ulama,
yang berasal dari kata bahasa Arab yakni ‘alima, ya’lamu, ‘alim berarti
orang yang memiliki ilmu yang sangat mendalam khususnya yang berkaitan dengan
keagamaan.[5] Tokoh agama merupakan sosok ilmuwan
dalam bidang keagamaan yang memiliki pengaruh, selain itu juga bisa dianggap
sebagai sosok pemimpin (walaupun tidak diangkat secara formal), karena memiliki
kemampuan yang bagus mengenai pengetahuan spiritual dalam mempengaruhi kondisi
psikis maupun perilaku masyarakat.[6] Gaya karismatik pemimpin seperti ini
tentunya masih sangat diperlukan, karena mampu membawa manfaat baik dalam
panutan moral maupun membantu dalam pengembangan kesejahteraan, dan kenyamanan
masyarakat.[7]
Menurut Prof. Kimbal Young (sosiolog Amerika Serikat)
mengemukakan bahwa tokoh agama (informal) merupakan bentuk dominasi yang
didapatkan dari kemampuan dirinya yang mampu memotivasi serta mendorong
masyarakat untuk melakukan sesuatu berdasarkan penerimaan oleh kelompok serta
karena memiliki keahlian khusus yang tepat untuk situasi tertentu.[8] Sedangkan menurut KH. Abdurrahman Wahid,
kyai dibagi menjadi beberapa macam, yakni:
· Kyai yang
memiliki pondok pesantren (majlis ta’lim) dan atau yang memiliki santri.
· Kyai yang
tidak memiliki santri dan pondok pesantren (majlis ta’lim). Namun banyak
masyarakat yang sowan untuk meminta do’a maupun nasihat kepadanya.
·
Kyai yang
memiliki pengetahuan serta wawasan politik, dan terjun di dalamnya.
· Kyai yang
tidak memiliki pengetahuan serta wawasan politik, dan terjun di dalamnya.
Bahkan kyai yang membawa proposal untuk meminta bantuan atau sumbangan.[9]
Mengingat karena pentingnya kedudukan sosok kyai di
dalam masyarakat, maka sangat diwajibkan sosok tersebut memenuhi kriteria yang
diharapkan oleh masyarakat[10] dalam membantu menguatkan ajaran agama[11], dan menjadi teladan atas perilakunya
terhadap masyarakat setempat.[12] Adapun kriteria tersebut yakni antara
lain:
·
Menyampaikan
ajaran Allah SWT yang ada di dalam al-Qur’an dan Hadis.
·
Menjelaskan
ajaran-ajaran agama dengan bahasa yang mudah dipahami oleh masyarakat.
· Menyelesaikan
permasalahan yang dihadapi masyarakat sesuai dengan yang ada di dalam al-Qur’an
dan Hadis.
·
Memberikan
contoh perilaku dalam pengamalan ajaran-ajaran Allah SWT.[13]
Imam Barnawi mengemukakan bahwa peran tokoh agama
dalam membina akhlak itu ada 3, yakni:[14]
· Peran
kaderisasi, yakni ia dituntut untuk melakukan bentuk pengabdian kepada
masyarakat dengan kemampuan yang dimilikinya, baik dalam lingkup yang dikelola
sendiri maupun suatu organisasi.
· Peran
pengabdian, yakni bentuk pengabdian diri secara terjun langsung ke dalam
masyarakat, dengan tujuan untuk membantu dalam membimbing ke arah yang lebih
baik. Sehingga, pencerminan atas perilaku yang baik sesuai ajaran agama oleh
tokoh agama sangatlah penting, karena hal tersebut dijadikan sebagai suri
teladan bagi masyarakat setempat.
Adapun
tanggung jawab dari kyai desa sebagai tokoh agama adalah sebagai berikut:
· Sebagai
pemimpin, yakni bentuk kemampuannya dalam menjadi teladan bagi masyarakat.
· Sebagai
pejuang, yakni seberapa besar perjuangannya dalam membimbing masyarakat dalam
beragama, mengabdi, mengayomi, serta menyelesaikan permasalahan yang terjadi.
· Sebagai
objek, yakni memahami bahwa apa yang ia berikan kepada orang lain merupakan
bentuk pemberian untuk dirinya sendiri juga.
· Sebagai
pembawa misi, yakni harus benar-benar memahami bahwa ia memikul amanah yang
besar dari Allah SWT untuk menyiarkan ajaran-Nya.
· Sebagai
pembangun, yakni mampu selalu memberikan teladan yang baik dan positif.[15]
Sedangkan peran dan tanggung jawab dari sosok kyai
dalam arti sempit, yakni mengurusi kegiatan ibadah sehari-hari seperti
penyuluhan agama, memimpin dalam hak yang berkaitan dengan ibadah seperti
menjadi imam masjid, khatib shalat jumat, pembaca doa dan wirid, menikahkan,
mengurusi peringatan hari besar Islam, mengajar mengaji dan kegiatan
lain. [16]
[2] Ralph Linton, The Study of Man, an Introduction, (New York: Appleton Century Crofts. 1956), hlm. 105.
[3] Soejono Soekanto dan Budi Sulistyowati, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Rajawali Press, 2014), hlm. 210-211.
[4] Kartini Kartono, Pemimpin dan Kepemimpinan, Apakah Pemimpin Abnormal Itu? Edisi baru, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998), hlm. 11.
[5] Abu Luwis Ma’lub, al-Munjid (Beirut: Dar al-Masyhur, 1984), cet.27, hlm. 526-527. Lihat pula Ibn Manzur Jamaluddin Muhammad Ibn. Mukarrom al-Anshari, Lisan Arab (Kairo: Dar al-Misriyyah li Ta’lif wa Tarjamah, t.t), jilid XV, hlm. 310-316.
[6] Kartini Kartono, Pemimpin dan Kepemimpinan, Apakah Pemimpin Abnormal Itu? ……., hlm. 10.
[7] Mujamil Qomar, Pesantren dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi Institusi, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2008), hal. 37-39.
[8] Kartini Kartono, Pemimpin dan Kepemimpinan, Apakah Pemimpin Abnormal Itu? …………., hlm. 10.
[9] www.pesantren.or.id/ diakses pada 10 Desember 2019.
[10] Ronald, Tokoh Agama dalam Masyarakat, edisi kedua (Jakarta : Rineka Cipta, 2004), hlm. 28.
[11] Elli M Stiadi, Pengantar Sosiologi, (Jakarta: Bumi Aksara, 2001), hlm. 34.
[12] Malik Bin Nabi. Membangun Dunia Baru Islam, (Bandung: Mizan, 1994), hlm. 36.
[13] Widodo Brontowiyono, Asep Sumardi, dan Rendy Bayu Aditya, Persepsi dan Peran Tokoh Agama Islam di Kabupaten Sleman dalam Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup, Jurnal Sains dan teknologi Lingkungan 6, No. 1, (2014), hlm. 63-70.
[14] Imam Bawani, Cindernisasi Islam Dalam Persfektif Islam, (Surabaya: Bina Firma, 1991), hlm. 5.
[15] Nunung Marsini, Aktifitas Tokoh Agama dalam Mewujudkan Kerukunan Hidup antara Umat Beragama di Desa Bumi Ratu Kecamatan Belambangan Umpu Kabupaten Way Kanan, (Skripsi Bandar Lampung: Perpustakaan UIN Raden Intan Lampung, 2006), hlm. 24.
[16] Choirul Fuad Yusuf, Peran Agama Terhadap Masyarakat Studi Awal Proses Sekularisasi Pada Masyarakat Muslim Kelas Menengah, (Jakarta : Badan Litbang Agama dan Diklat Keagamaan, 2001), hlm. 100.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar