Senin, 14 Juni 2021

Tradisi Yasinan pada Malam Jumat (Studi Living Qur’an)

 A.    Pendahuluan

Agama merupakan sesuatu yang sakral di mana di dalamnya terdapat berbagai unsur yang mengatur kehidupan manusia dengan harapan mampu mencapai kebahagiaan dan kemaslahatan hidup baik di dunia maupun akhirat. Oleh karena itu, kehadiran Islam di tengah masyarakat pasti senantiasa membawa dampak secara sosial, hukum, tradisi, maupun budaya pada kehidupan masyarakatnya.
Kehadiran agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw, bukanlah untuk menolak atau memberantas segala bentuk tradisi yang sudah mengakar dan menjadi kultur budaya dalam sebuah masyarakat, melainkan untuk melakukan pembenaran atau meluruskan tradisi dan budaya yang tidak sesuai dengan ajaran Islam. Sedangkan tradisi yang baik dan sesuai dengan ajaran Islam, harus tetap dilaksanakan dan dilestarikan. Oleh karena itu, Islam melakukan akulturasi dengan budaya yang sudah ada sebagai salah satu cara dakwah.
Dengan demikian, munculnya sebuah tradisi budaya baru dan religius tidak lain adalah karena disebabkan oleh interaksi antara agama dan tradisi budaya yang telah lama ada di dalam masyarakat, salah satu contohnya yaitu Yasinan yang masih sangat diperhatikan dan dilestarikan hingga sekarang.

B.     Metode Penelitian

Sebagai salah satu fenomena Living Qur’an yang di mana al-Qur’an yang disikapi secara teoritik maupun praktik, maka dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan fenomenologi untuk mendeskripsikan, meneliti, serta menyimpulkan hasil dari penelitian berkaitan dengan pelaksanaan tradisi Yasinan.

C.    Pembahasan

1.      Sejarah Tradisi Yasinan

Pembacaan surah Yasin di malam Jumat telah menjadi tradisi di kalangan umat Islam Indonesia sejak lama[1] yang tentunya dilatarbelakangi oleh kebiasaan yang dilakukan oleh orang-orang terdahulu secara turun-temurun. Tradisi ini banyak dilakukan di mushola, masjid, bahkan di setiap rumah masyarakat yang beragama Islam, baik secara berjamaah maupun sendiri-sendiri.[2]

2.      Dalil Pelaksanaan Yasinan

a.       Pembacaan umum, Rasulullah Saw bersabda:

من قرأ يس في ليلة ابتغاء وجه الله غفر له

“Barangsiapa membaca (surat) Yasin pada malam hari dengan mengharap keridhoan Allah, ia akan diampuni (dosanya)” (HR. Ath-Thabrani/145, 418 dan Al-Bayhaqi/2360, 2361 dari Abu Huroiroh, Ad-Darimi/3478 dari Hasan, Dishahihkan oleh Ibnu Hibban/2626)


Takhrij Hadits

Hadits ini dihasankan oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Nataijul Afkar. Menurut Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya: “Sanadnya jayyid”. Sedangkan menurut Imam As-Suyuthi dalam Al-La’ali Al-Mashnu’ah: “Sanadnya sesuai standar shahih”. Begitu juga menurut Imam Asy Syaikani sebagaimana dinyatakan dalam Al-Fawaid Al-Majmu’ah 1/303 Bab Fadhlul Qur’an.

Kandungan Hadits

Hadits di atas berisi keutamaan membaca Surat Yasin di malam hari. Surat Yasin boleh dibaca kapan saja, di malam hari maupun siang hari, malam Jumat ataupun selain itu. Para ulama mengatakan bahwa termasuk keistimewaan surat Yasin yaitu apabila dibaca di saat kondisi sulit maka Allah akan memudahkan urusan orang yang membacanya. Dan apabila dibaca ketika seseorang hampir meninggal (sakaratul maut) maka akan turun rahmat dan berkah serta ruhnya akan dimudahkan untuk keluar.

b.      Mendoakan orang yang akan dan setelah meninggal

Diriwayatkan dari Maqol bin Yasar, bahwa Nabi Saw. bersabda: “Bacalah untuk orang mati di antara kamu, surat Yasin”. (Hadits Shahih Riwayat Ibnu Hibban/3064, juga diriwayatkan oleh Abu Daud/2714, Ibnu Majah/1438, Ahmad/19416, 19427, Nasai/10913, Alhakim/2028, Ath-Thabrani/16904, Al-Bayhaqi/2356, 8930)

Mengenai kapankah kita harus membacanya, ulama menjelaskan bahwa kita boleh membacanya ketika ada seseorang yang saat itu sedang mengalami sakaratul maut maupun ketika seseorang tersebut telah meninggal. Namun lebih dianjurkan untuk membacanya pada kedua waktu tersebut.

c.       Menghadiahkan kepada orang yang telah meninggal

Dalam madzhab Syafi’iyyah mempercayai bahwa pembacaan surat Yasin bisa menjadi hadiah bagi orang yang telah meninggal. Karena mayoritas dari masyarakat kita adalah bermadzhab Syafi’iyyah, maka sudah pasti banyak yang mengikuti kepercayaan ini dan mengamalkannya.

3.      Pelaksanaan Yasinan

Pemilihan malam Jumat atau hari Jumat dalam pelaksanaan tradisi ini bukannya tanpa sebab. Hari Jumat adalah hari yang istimewa jika dibandingkan dengan hari-hari lainnya. Menurut Ibnu Qayyim, hari Jumat adalah hari ibadah. Hari Jumat laksana bulan Ramadhan dibandingkan dengan bulan-bulan lainnya. Waktu mustajab pada hari Jumat laksana waktu mustajab pada malam lailatul qadr di bulan Ramadhan. Hari Jumat juga sebagai sayyidul ayyam atau tuannya hari-hari lainnya. Selain itu, hari Jumat juga sebagai yaumul mazid, yaitu hari saat Allah bertajalli (menampakkan diri) kepada kaum mukminin di surga nanti.[3] Keistimewaan hari Jumat lainnya yaitu sebagai hari ketika dosa mendapat banyak ampunan.[4]

a.       Jika dilakukan sendiri

Biasanya, pembacaan surat Yasin dilakukan setelah sholat Maghrib dengan tujuan memanjatkan doa atau istighfar, membaca surah Yasin dan kalimat-kalimat tayyibah yang dihadiahkan kepada kerabat yang telah meninggal dunia.[5]

b.      Jika dilakukan bersama-sama

Biasanya, pembacaan surat Yasin dilakukan setelah sholat Maghrib atau setelah sholat Isya’. Tradisi dimulai dengan membaca syahadat secara bersama-sama kemudian dilanjutkan oleh ustadz dengan membaca muqoddimah. Kemudian membaca surah Yasin secara bersama-sama yang dilanjutkan dengan membaca surah al-Ikhlas sebanyak tiga kali, surah al-Falaq dan surah an-Nas. Kemudian setelah itu mereka membaca tahlil, tasbih, tahmid, istighfar, shalawat dan ayat-ayat lainnya. Tradisi Yasinan ditutup dengan pembacaan doa oleh ustadz.

4.      Tujuan Pelaksanaan Yasinan

Tujuannya yaitu sebagai bentuk upaya dalam mengirimkan doa bagi arwah yang sudah meninggal, hajat bagi diri sendiri, keluarga, lingkungan maupun untuk kepentingan-kepentingan yang lainnya.

5.      Manfaat Pelaksanaan Yasinan

Adapun manfaat dari pelaksanaan Yasinan yakni meliputi: (1) meningkatkan keimanan dan ketakwaan; (2) saling dan menghormati satu sama lain atas kehidupan bermasyarakat; (3) menjaga hubungan baik antar tetangga di lingkungan sekitar; (4) memperkuat ajaran Islam melalui berbagai bentuk silaturrahim yang dibangun atas dasar kesukarelaan; (5) meramaikan tempat ibadah dengan berbagai aktivitas keagamaan menjaga harmonisasi antar masyarakat; (6) dan meningkatkan kualitas diri yang lebih baik dalam hablumminallah serta hablumminannas.[6]

Jadi, selain telah menjadi bagian dari praktik keagamaan, dengan adanya tradisi Yasinan dalam masyarakat dapat mempersatukan ikatan persaudaraan dan menguatkan tali silaturrahim dalam masyarakat tersebut. Warga yang kemarin tidak kenal satu sama lain akan menjadi kenal. Di samping itu juga dengan keikutsertaan warga mengikuti tradisi Yasinan dapat menumbuhkan rasa empati dan simpati antar satu sama lain.[7]

Hal tersebut dikarenakan tradisi ini bukan hanya sekedar pembacaan surah Yasin dan surah tertentu lainnya saja kemudian setelah selesai pembacaan langsung pulang ke rumah masing-masing, akan tetapi setelah berakhirnya pelaksanaan tersebut biasanya akan disediakan makanan kemudian disuguhkan kepada warga yang hadir pada saat itu. Setelah itu biasanya dilanjutkan dengan bincang-bincang sebentar sebelum mereka pulang. Dari aktivitas ini akan timbul interaksi antara warga yang dapat memperkuat tali silaturrahim dalam masyarakat desa tersebut.[8] 

D.    Penutup

Tradisi pembacaan Yasinan yang dilakukan pada setiap malam Jumat telah ada sejak dahulu dan diwariskan secara turun temurun. Adapun tradisi ini banyak dilakukan di mushola, masjid, bahkan di setiap rumah masyarakat yang beragama Islam, baik secara berjamaah maupun sendiri-sendiri. Tradisi Yasinan bertujuan sebagai bentuk upaya dalam mengirimkan doa bagi arwah yang sudah meninggal, hajat bagi diri sendiri, keluarga, lingkungan maupun untuk kepentingan-kepentingan yang lainnya. 
Kemudian, berkaitan dengan manfaat dari pelaksanaan Yasinan yaitu meliputi: (1) meningkatkan keimanan dan ketakwaan; (2) saling dan menghormati satu sama lain atas kehidupan bermasyarakat; (3) menjaga hubungan baik antar tetangga di lingkungan sekitar; (4) memperkuat ajaran Islam melalui berbagai bentuk silaturrahim yang dibangun atas dasar kesukarelaan; (5) meramaikan tempat ibadah dengan berbagai aktivitas keagamaan menjaga harmonisasi antar masyarakat; (6) dan meningkatkan kualitas diri yang lebih baik dalam hablumminallah serta hablumminannas.

 



[1] Adrika Fithrotul Aini, “Ayat-Ayat Al-Qur’an dalam Bingkai Media: Studi Atas Penafsiran Ayat-Ayat al-Qur’an dalam Koran Harian Bangsa”, Journal of Ushuluddin & Islamic Thought, Vol.12, No.1, 2015, hlm. 1-19.

[2] Sumarni, Skripsi “Persepsi Masyarakat Islam Terhadap Tradisi Yasinan pada Malam Jumat (Studi Kasus Pondok Pesantren An-Nahdlah)”, (Makassar: Unversitas Hasanuddin, 2018), hlm. 23.

[3]Adrika Fithrotul Aini, “Kesatuan Surat Al-Qur’an Dalam Pandangan Salwa M.S. El-Awwa”, Jurnal Syahadah, Vol.3, No.1, 2015, hlm. 67-87.

[4] Sumarni, Skripsi “Persepsi Masyarakat Islam Terhadap Tradisi Yasinan pada Malam Jumat (Studi Kasus Pondok Pesantren An-Nahdlah)”, (Makassar: Unversitas Hasanuddin, 2018), hlm. 18-20.

[5] Hamim Farhan, “Ritualisasi Budaya-Agama dan Fenomena Tahlilan-Yasinan sebagai Upaya Pelestarian Potensi Kearifan Lokal dan Penguatan Moral Masyarakat”, Jurnal Logos, Vol. 5 No. 2, 2018, hlm. 89.

[6] Hayat, “Pengajian Yasinan sebagai Strategi Dakwah NU dalam Membangun Mental dan Karakter Masyarakat”, Jurnal Walisongo, Vol. 22 No. 2, 2014, hlm. 317.

[7] Hayat, “Pengajian Yasinan sebagai Strategi Dakwah NU dalam Membangun Mental dan Karakter Masyarakat”, Jurnal Walisongo, Vol. 22 No. 2, 2014, hlm. 307.

[8] Dian Yusri dan Amaruddin, “Living Qur’an: Tradisi Yasinan Masyarakat Desa Tualang Kabupaten Langkat Medan Sumatera Utara”, Jurnal Syahadah, Vol. 4 No. 2, 2016, hlm. 42-43.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar