Kejujuran dan kebenaran merupakan sikap yang harus selalu ada dalam setiap
aktivitas yang kita lakukan. Sebab apabila kedua sikap tersebut selalu menjadi
bagian dari landasan hidup seseorang, maka ia akan menikmati kehidupan yang
bahagia. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw:
إِنَّ
الصِّدْقَ يَهْدِي إِلَى الْبِرِّ وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِي إِلَى الْجَنَّةِ
وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَصْدُقُ حَتَّى يَكْتُبَ عِنْدَااللهِ صِدِّيقًا وَإِنَّ
الْكَذِبَ يَهْدِي إِلَى الْفُجُورِ وَإِنَّ الْفُجُورَ يَهْدِي إِلَى النَّارِ
وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَكْذِبُ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ كَذَّابًا. (رواه
البخاري و مسلم عن عبداالله بن عمر)
Sungguh kebenaran (kejujuran) itu membawa kepada kebajikan, dan
kebajikan itu mengantarkan ke surga. Sungguh seseorang senantiasa bersikap
benar (jujur) hingga dicatat di sisi Allah sebagai orang-orang benar (jujur).
Sementara kebohongan membawa kepada dosa, dan dosa mengantarkan ke neraka.
Sungguh seseorang terbiasa berbohong sehingga dicatat di sisi Allah sebagai
pembohong. (HR. Bukhari dan Muslim dari
‘Abdullah bin ‘Umar)
Namun sayangnya tidak sedikit dari
manusia yang tidak mengindahkan hal ini. Banyak dari mereka yang lalai bahkan
bersikap acuh terhadap pentingnya kejujuran serta kebenaran, dan justru lebih
suka membuat kehebohan melalui bumbu-bumbu kebohongan (hoax). Adapun dalam
bahasa Arab, hoax disebut افك (ifk) yang juga bisa
dimaknai sebagai كذب (kadzab) yang berarti
dusta.[1]
Meskipun kata hoax merupakan kata yang baru muncul pada tahun 1808,[2]
namun pembahasan tentang hoax telah terlebih dulu dibahas dalam al-Quran.
Misalnya:
- Larangan untuk menambahkan persepsi subjektif yang bertujuan menjadikannya sebagai berita yang menarik dan
menghebohkan.
وَلَا تَقُوْلُوْا لِمَا تَصِفُ اَلْسِنَتُكُمُ
الْكَذِبَ هٰذَا حَلٰلٌ وَّهٰذَا حَرَامٌ لِّتَفْتَرُوْا عَلَى اللّٰهِ الْكَذِبَۗ
اِنَّ الَّذِيْنَ يَفْتَرُوْنَ عَلَى اللّٰهِ الْكَذِبَ لَا يُفْلِحُوْنَۗ ١١٦
Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh
lidahmu secara dusta “Ini halal dan ini haram”, untuk mengada-adakan kebohongan
terhadap Allah. Sesungguhnya orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap
Allah tidak akan beruntung. (An-Nahl: 16/116)
-
Larangan untuk menyampaikan
berita yang diputarbalikkan dari realitanya (berita
yang baik dan benar diubah menjadi buruk dan tercela).
لَوْلَآ اِذْ سَمِعْتُمُوْهُ
ظَنَّ الْمُؤْمِنُوْنَ وَالْمُؤْمِنٰتُ بِاَنْفُسِهِمْ خَيْرًاۙ وَّقَالُوْا
هٰذَآ اِفْكٌ مُّبِيْنٌ ١٢ لَوْلَا جَاۤءُوْ عَلَيْهِ بِاَرْبَعَةِ شُهَدَاۤءَۚ
فَاِذْ لَمْ يَأْتُوْا بِالشُّهَدَاۤءِ فَاُولٰۤىِٕكَ عِنْدَ اللّٰهِ هُمُ
الْكٰذِبُوْنَ ١٣ وَلَوْلَا
فَضْلُ اللّٰهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهٗ فِى الدُّنْيَا وَالْاٰخِرَةِ لَمَسَّكُمْ
فِيْ مَآ اَفَضْتُمْ فِيْهِ عَذَابٌ عَظِيْمٌ ١٤ اِذْ تَلَقَّوْنَهٗ بِاَلْسِنَتِكُمْ
وَتَقُوْلُوْنَ بِاَفْوَاهِكُمْ مَّا لَيْسَ لَكُمْ بِهٖ عِلْمٌ وَّتَحْسَبُوْنَهٗ
هَيِّنًاۙ وَّهُوَ عِنْدَ اللّٰهِ عَظِيْمٌ ۚ ١٥ وَلَوْلَآ اِذْ سَمِعْتُمُوْهُ قُلْتُمْ مَّا
يَكُوْنُ لَنَآ اَنْ نَّتَكَلَّمَ بِهٰذَاۖ سُبْحٰنَكَ هٰذَا بُهْتَانٌ عَظِيْمٌ
١٦ يَعِظُكُمُ
اللّٰهُ اَنْ تَعُوْدُوْا لِمِثْلِهٖٓ اَبَدًا اِنْ كُنْتُمْ مُّؤْمِنِيْنَ ۚ ١٧ وَيُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمُ الْاٰيٰتِۗ وَاللّٰهُ
عَلِيْمٌ حَكِيْمٌ ١٨
Mengapa
orang-orang mukmin dan mukminat tidak berbaik sangka terhadap diri mereka
sendiri, ketika kamu mendengar berita bohong itu dan berkata, “Ini adalah
(suatu berita) bohong yang nyata.” Mengapa mereka (yang menuduh itu) tidak
datang membawa empat saksi? Oleh karena mereka tidak membawa saksi-saksi, maka
mereka itu dalam pandangan Allah adalah orang-orang yang berdusta. Dan seandainya bukan karena karunia Allah dan rahmat-Nya
kepadamu di dunia dan di akhirat, niscaya kamu ditimpa azab yang besar,
disebabkan oleh pembicaraan kamu tentang hal itu (berita bohong itu).
(Ingatlah) ketika kamu menerima (berita bohong) itu dari mulut ke mulut dan
kamu katakan dengan mulutmu apa yang tidak kamu ketahui sedikit pun, dan kamu
menganggapnya remeh, padahal dalam pandangan Allah itu soal besar. Dan mengapa
kamu tidak berkata ketika mendengarnya, “Tidak pantas bagi kita membicarakan
ini. Mahasuci Engkau, ini adalah kebohongan yang besar.” Allah memperingatkan
kamu agar (jangan) kembali mengulangi seperti itu selama-lamanya, jika kamu
orang beriman, dan Allah menjelaskan ayat-ayat(-Nya) kepada kamu. Dan Allah
Maha Mengetahui, Mahabijaksana. (an-Nur/24: 12-18)
Selain
itu, di dalam al-Qur’an juga telah dijelaskan bahwasanya hoax merupakan salah
satu cara yang digunakan oleh orang-orang munafik untuk menyukseskan niat buruk
mereka. Allah Swt berfirman:
لَىِٕنْ لَّمْ
يَنْتَهِ الْمُنٰفِقُوْنَ وَالَّذِيْنَ فِيْ قُلُوْبِهِمْ مَّرَضٌ وَّالْمُرْجِفُوْنَ
فِى الْمَدِيْنَةِ لَنُغْرِيَنَّكَ بِهِمْ ثُمَّ لَا يُجَاوِرُوْنَكَ فِيْهَآ
اِلَّا قَلِيْلًا ٦٠
Sungguh, jika
orang-orang munafik, orang-orang yang berpenyakit dalam hatinya dan orang-orang
yang menyebarkan kabar bohong di Madinah tidak berhenti (dari menyakitimu),
niscaya Kami perintahkan engkau (untuk memerangi) mereka, kemudian mereka tidak
lagi menjadi tetanggamu (di Madinah) kecuali sebentar.
(al-Ahzab/33: 60)
Dalam ayat
tersebut terlihat bahwasanya orang-orang munafik telah menjadikan hoax sebagai
cara untuk membohongi orang-orang mukmin. Namun hal tersebut justru
mengakibatkan mereka (orang-orang munafik) diusir dari Madinah.[3]
Sedangkan yang terjadi pada saat ini, hoax seringkali dilakukan dalam rangka
hanya sekedar untuk membuat kehebohan ataupun guna merendahkan orang lain dari
kekurangan yang mereka miliki.
Terlebih seiring pesatnya perkembangan IPTEK
yang memudahkan manusia dalam menerima maupun mencari informasi. Kehadiran media sosial kini telah menjadi
lahan empuk bagi pembuat dan penyebar hoax, sebab masyarakat lebih suka menghabiskan waktunya di media sosial
seperti Facebook,
Twitter, Whatsapp, Line, Instagram, Telegram dan sebagainya. Misalnya
yaitu berkaitan dengan oknum yang membuat dan menyebarkan meme yang berisi
hasil survei pilpres 2019 dengan mengatasnamakan Indo Barometer. Meme tersebut
pun telah tersebar di berbagai platform media sosial, terutama whatsapp.
Padahal Indo Barometer tidak pernah melakukan survei terhadap hasil pilpres
2019.[4]
Sehingga
dengan melihat dari contoh kasus di atas, sudah sewajarnya jika masyarakat
dituntut harus dapat mengkaji dan memilah kebenaran pada suatu berita yang
diterimanya. Sebab sikap yang senantiasa berhati-hati dan mencari tahu akan
kebenaran berita yang diterima merupakan hal yang al-Qur’an ajarkan kepada
kita. Sebagaimana firman Allah Swt:
وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهٖ عِلْمٌ ۗاِنَّ السَّمْعَ
وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ اُولٰۤىِٕكَ كَانَ عَنْهُ مَسْـُٔوْلًا ٣٦
Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang
tidak kamu ketahui. Karena pendengaran, penglihatan dan hati nurani, semua itu
akan diminta pertanggungjawabannya. (al-Isra’/17:
36)
Karena jika kita tidak mengindahkan apa yang telah al-Qur’an
ajarkan ini, maka dikhawatirkan kita akan mudah terjerumus ke dalamnya. Oleh
karena itu janganlah mudah untuk berkata apa yang tidak dirimu ketahui,
janganlah mudah untuk mengaku mengetahui sesuatu padahal dirimu tidak
mengetahuinya, dan janganlah mudah untuk mengaku bahwa dirimu mendengar sesuatu
yang sebenarnya tidak dirimu dengar. Karena semuanya akan dimintai
pertanggungjawabannya.[5]
[1] Ahmad Warson
Munawwir, Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia, (Surabaya: Pustaka
Progressif, 1997), hlm. 31.
[2] Lusiana
Monohevita, “Stop Menyebar Hoax”, Jurnal
UI Lib. berkala, III, No. 1 (2017), hlm. 7.
[3] Jalaluddin Mahalli
dan Jalaluddin As-Suyuti, Tafsir Jalalain,
(Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2016), hlm. 523-524.
[4]
Merdeka.com, diakses dari https://www.merdeka.com/cek-fakta/4-kabar-bohong-yang-pernah-bikin-geger-indonesia-ini-faktanya.html?page=5, pada 17
Oktober 2021, pukul 09.33 WIB.
[5] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Vol. 7, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), hlm. 464.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar